Oleh : Feki
Mobalen
“Seiring banyaknya permasalahan dunia yang sedang
tidak merdeka, dinilai
dari sudut pandang keadilan sebagai manusia yang sama di hadapan TUHAN : Saya ingin memperoleh pendidikan yang bebas dari metode-metode
penindasan agar disuatu hari nanti saya, mereka bertumbuh tidak dalam lingkaran
penindasan dan menjadi penindas baruh”
“Dunia harus merdeka dari tindakan yang menindas
sesamanya; Keadilan
sebagai warga negara dan warga dunia dalam pandangan pendidikan (manusia yang adil, tidak
tertindas) yang dirusak oleh manusia sendiri” (Gustavo Gutiérrez Merino, O. P.).
“Salah satu aliran dalam pendidikan adalah model
pendidikan pembebasan yang dicanangkan pendidikan adalah praktik
pembebasan, karena ia membebaskan pendidik, bukan hanya terdidik saja dari
perbudakan ganda berupa kebisuan dan monolog” (Paulo Freire).
Untuk itu, sekolah sebagai lembaga yang berperan membentuk kepribadian anak
harus ditempatkan sebagaimana mestinya. Sekolah seharusnya menjadi tempat
di mana anak-anak menemukan kegembiraan dan kebahagiaan. Dan tidak terjadi sebaliknya, di sekolah, anak-anak muram.
Mereka mengalami kegelisahan, kehilangan kebahagiaan dalam menghadapi guru. Dengan melihat fenomena yang
demikian, nampak pula penindasan,
bahkan penindasan dalam hal yang kelihatannya netral dalam pendidikan.
Di sana, peserta
didik sudah diperalat oleh kekuasaan tuannya untuk menggarap apa saja yang
dikehendakinya. Karena itu, bagaimanakah mencari model pendidikan yang
dapat membebaskan manusia dari penindasan yang tidak disadarinya? “Pendidik seharusnya membuat peserta didik
sadar siapa dirinya dan bagaimana hubungan dirinya dengan dunia luar” (Paulo Freire). Olehnya peserta didik harus juga dapat cukup
ruang berekspresi, mendiskusikan relefansi realitas dunia di luar dan materi
yang didaptkannya lewat guru atau penggajar.
Pendidikan pembebasan merupakan proses memanusiakan manusia melalui sebuah
kesadaran untuk melepaskan diri dari bentuk penindasan yang hegemonik dan
dominatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi tegaknya pilar-pilar
pembebasan. Juga pengaruh kepemimpinan, dominasi
kekuasaan yang menganggap lebih tinggi. Sikap dan karakter serupa akan
berdampak pada proses pendidik kepada peserta didikan.
Model Pendidikan Pembebesan.
Pembebasan berakar dari kata dasar bebas, yang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) bermakna tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga
bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa. Bebas merupakan
suatu hal sesuai dengan yang dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang pemaksaan
dari pihak manapun. Ada kebebasan fisik, yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana
saja. Bebas berpikir mengeluarkan pendapat,
mendiskusikan pendapat dan menggambil kesimpulan dari pendapat.
Kebebasan moral, yaitu
kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di dalamnya
kebebasan berbicara). Kebebasan psikologis, yaitu memilih berniat atau tidak, sehingga
kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan untuk memilih.
Manusia juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasi. Sementara,pendidikan adalah media kultural untuk membentuk
manusia. Kaitan antara pendidikan
dan manusia sangat erat sekali, tidak bisa dipisahkan. Kata Driyarkara,
pendidikan adalah humanisasi, yaitu sebagai media dan proses pembimbingan
manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi. Jalan yang ditempuh tentu menggunakan
massifikasi jalur kultural. Tidak boleh ada model “kapitalisasi pendidikan”.
Karena, pendidikan secara murni berupaya membentuk insan akademis yang
berwawasan dan berkepribadian kemanusiaan.
Pendidikan secara sederhana ialah proses memanusiakan manusia melalui usaha
sadar dan terencana. Sedangkan, pembebasan ialah terciptanya suatu situasi, ketika tidak ada ikatan-ikatan,
tekanan, dan intervensi yang menghalang-halangi dalam melakukan sesuatu sesuai
kehendak diri sendiri. Jadi, pendidikan pembebasan merupakan proses memanusiakan manusia melalui sebuah
kesadaran untuk melepaskan diri dari bentuk penindasan yang hegemonik dan
dominatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi tegaknya pilar-pilar
pembebasan.
Metode
Pendidikan Berbasis Penindasan
Paulo Freire
sangat menentang pendidikan “gaya bank” yang mencerminkan masyarakat tertindas
yang menunjukkan kontradiksi. Pendidikan gaya bank tersebut, antara lain:
Guru mengetahui segala sesuatu, peserta didik tidak tahu apa-apa, Guru berfikir, peserta didik
difikirkan, Guru bercerita,
peserta didik mendengarkan, Guru
mengatur, peserta didik diatur, Guru memilih dan memaksakan pilihannya, peserta
didik menyetujui, Guru
berbuat, peserta didik membayangkan dirinya berbuat melaui perbuatan gurunya,
Guru memilih bahan dan isi
pelajaran, peserta didik menyesuaikan diri dengan pelajaran itu, Guru mencampuradukan jabatan dan
kewenangan ilmu untuk menghalangi kebebasan peserta didik, Guru adalah subyek, peserta didik adalah
obyek dalam proses belajar mengajar dan Guru mengajar, murid belajar.
Manusia tidak bisa diperbudak dan
dipasung kebebasanya, sehingga tidak boleh menurut dan terikat pada ikatan yang
membelenggu kebebasannya. Pendidikan pembebasan; apabila proses dilaksanakan
secara demokratis, dialogis, dan terbuka, sehingga peserta didik menjadi
peserta yang bebas dari penindasan. Gerakan pembebasan adalah melakukan
kesadaran kritis untuk mebuka kesadaran kaum tertindas, dan memahmi realitas
yang terjadi di sekitar manusia itu.
Akhirnya, dengan pendidikan yang dapat meningkatkan semua potensi
kecerdasan anak-anak Papua,
dan dilandasi dengan pendidikan karakternya, diharapkan anak-anak bangsa
Papua di masa depan akan memiliki daya saing
yang tinggi untuk hidup damai dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain
di dunia yang semakin maju dan beradab. Pendidikan juga menjadi rantai
yang memutuskan proses-proses penindasan sehingga ruang demokrasi tercipta
antara pengajar dan peserta didik terjadi, saling berbagi. Memutuskan rantai
penindas-penindas baru dan doktrinasi penindas.
****
0 Komentar